Senin, 12 Januari 2009

Pengaruh Putusan MK Bagi Caleg Baru

sumber:http://forum-politisi.org




Putusan MK yang menetapkan perolehan suara terbanyak sebagai cara penentuan anggota legislatif hasil Pemilu 2009, dinilai memperbesar peluang kemenangan caleg bertahan yang sudah punya basis massa. Tapi bukan berarti caleg pendatang baru surut langkah.

Di satu sisi produk hukum hasil judicial review UU Pemilu itu memberi ketenangan bagi caleg baru. Sebab kini semacam jaminan hukum bagi mereka kelak menuntut hak konstitusinya kepada parpol dan para seniornya.

"Saya menjadi lebih tenang. Artinya tidak ada lagi peluang untuk mereka (caleg nomor urut jadi) yang menolak mundur jika tidak mendapat suara terbanyak dan menggugat kebijakan partai," ujar Meutya Hafid, caleg DPR RI dari Partai Golklar untuk Dapil Sumut I, Rabu (24/12/2008).

Penggunaan sistem suara terbanyak memberi kesempatan fair terhadap caleg yang benar-benar mendapat apresiasi dan menjadi pilihan rakyat. Terutama pada caleg perempuan yang selama ini dijatah nomer urut 'sepatu' karena memang dipasang parpol sekedar memenuhi kuato keterwakilan 30 persen wanita.

"Jadi kita punya kesempatan sama besar dengan senior partai jika memang memiliki kompetensi dan kepercayaan masyarakat," tambah mantan jurnalis ini.

Optimisme serupa juga disampaikan Ramadhan Pohan, caleg DPR RI dari Partai Demokrat untuk Dapil Jatim VII. Menurutnya putusan MK itu justru merupakan ancaman serius bagi para caleg bertahan yang pemalas dan buruk rekam jejaknya.

Terlebih bila caleg tersebut tidak pernah menjalin silahturahmi langsung dengan konstituen di daerah yang diwakilinya.

"Nomor urut kini tinggal identitas dan tak sakti lagi seperti Pemilu 2004. Caleg new comer atau caleg bertahan, sama saja. Mereka yang ogah-ogahan tidak akan dipilih rakyat. Ini tantangan," ujar caleg yang mengaku sudah enam kali terjun langsung ke daerah pemilihannya.

Petang kemarin (23/12/08) MK telah mengabulkan permohonan uji materi terhadap UU 10/2008 tentang Pemilihan Umum pasal 214 (a, b, c, d, e) mengenai sistem nomor urut. Maka dengan demikian parpol dalam menetapkan anggota legislatif yang berhak duduk di Gedung DPR periode 2009-2014 harus berdasarkan pada perolehan suara terbanyak masing-masing calegnya.



Sumber:

www.detik.com

Caleg Terpilih oleh Suara Terbanyak

sumber:http://forum-politisi.org




Suara rakyat dalam pemilu kini dihormati, menyusul Keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Pasal 214 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008. Dengan demikian, calon anggota legislatif terpilih pada Pemilu 2009 tidak bisa berdasarkan nomor urut, tetapi harus meraih suara terbanyak.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir di Jakarta, Selasa (23/12), menilai putusan Mahkamah Konstitusi itu memberikan pengakuan kepada partai politik untuk menempatkan kadernya yang mempunyai dukungan suara terbanyak duduk di parlemen.

”Keputusan MK adalah kemenangan bagi demokrasi. Suara rakyat yang menghendaki wakilnya yang meraih suara terbanyak duduk di parlemen dapat diwujudkan,” ujarnya.

Secara terpisah, Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat Wiranto mengatakan pula, putusan itu mencerminkan MK menghormati hak rakyat.

Ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra, menambahkan, putusan MK itu menjadi kontribusi penting bagi pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Fakta politik menunjukkan, orang baru sulit masuk ke lembaga legislatif karena nomor urut dikuasai orang itu-itu saja.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI-P Tjahjo Kumolo mempertanyakan putusan itu. ”Apakah MK punya wewenang menentukan sistem pemilu?” ucapnya.

Ia juga menilai, putusan MK itu menjungkirbalikkan mekanisme sistem proporsional dalam pemilu yang ditetapkan UU sebab bukan distrik murni. Seharusnya tetap ada kebebasan pada partai untuk menentukan sistem yang dipakai dan dihormati sebab ada kedaulatan rakyat serta kedaulatan partai menentukan caleg.

Tak boleh standar ganda

MK dalam sidang yang dipimpin Mahfud MD, Ketua MK, Selasa di Jakarta, memutuskan, caleg terpilih dalam Pemilu 2009 tidak boleh lagi menggunakan standar ganda, memakai nomor urut dan perolehan suara masing-masing caleg seperti yang diakomodasi Pasal 214 Huruf a, b, c, d, dan e UU No 10/2008. MK memutuskan penetapan caleg terpilih harus didasarkan pada suara terbanyak.

Putusan MK itu menanggapi permohonan uji materi yang diajukan Mohammad Sholeh, Sutjipto, Septi Notariana, dan Jose Dima S. Sholeh adalah caleg dari PDI-P untuk DPRD Jawa Timur. Sutjipto dan Septi adalah caleg dari Partai Demokrat untuk DPR. Jose adalah warga negara biasa. MK hanya mengabulkan permohonan mereka yang terkait penentuan caleg terpilih.

MK menyatakan, Pasal 214 bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat. Pasal 214 Huruf a-e menyatakan, ”Calon terpilih adalah calon yang mendapatkan suara di atas 30 persen bilangan pembagi pemilih, atau menempati nomor urut kecil jika tidak memperoleh 30 persen BPP, atau menempati nomor urut kecil jika memperoleh BPP.”

Menurut MK, ketentuan Pasal 214 inkonstitusional karena bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat dan bertentangan dengan Pasal 28 D Ayat 1 UUD 1945. Penetapan caleg terpilih berdasarkan nomor urut adalah pelanggaran kedaulatan rakyat jika kehendak rakyat tidak diindahkan dalam penetapan caleg.

MK menilai kedaulatan rakyat dan keadilan akan terganggu. Jika ada dua caleg yang mendapatkan suara yang jauh berbeda ekstrem, terpaksa caleg yang mendapatkan suara terbanyak dikalahkan caleg yang mendapatkan suara kecil, tetapi nomor urut lebih kecil.

MK juga menyatakan, memberi hak kepada caleg terpilih sesuai nomor urut sama artinya dengan memasung suara rakyat untuk memilih caleg sesuai pilihannya dan mengabaikan tingkat legitimasi caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak.

Anggota Komisi Pemilihan Umum, Andi Nurpati, menjelaskan, KPU akan mengikuti putusan MK dalam menetapkan caleg terpilih itu. KPU akan mengeluarkan peraturan KPU terkait dengan persoalan itu.

Mantan Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan menyatakan, sebagai tindak lanjut putusan MK, harus ada pertemuan konsultasi antara pemerintah, DPR, dan KPU.



Sumber:

www.kompas.com

Dewan Kehormatan KPU

sumber: http://forum-politisi.org




Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam rapat pleno telah memutuskan membentuk Dewan Kehormatan (DK) untuk melakukan klarifikasi dan investigasi terhadap dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota KPU Sumatera Selatan.

Tiga anggota Dewan Kehormatan dari anggota KPU yang telah ditunjuk yakni Syamsulbahri, I Gusti Putu Artha, dan Endang Sulastri. Anggota KPU Endang Sulastri, di Jakarta, Selasa mengatakan keputusan KPU tentang DK akan segera diterbitkan.

"Anggota DK berjumlah 5 orang, 3 orang anggota KPU, dan 2 orang tokoh masyarakat yang independen. Kami masih menjajaki mantan Ketua Mahkamah Kontitusi Jimly Asshiddiqie dan mantan Hakim Konstitusi Ahmad Syarifudin Natabaya untuk menjadi bagian dari DK," katanya ditemui setelah acara audiensi dengan Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia.

Ketika ditanya alasan memilih Jimly dan Natabaya, Endang mengatakan KPU menginginkan tokoh yang dikenal independen untuk bergabung dengan DK.

Lebih lanjut Endang menjelaskan pembentukan DK ini berkaitan dengan dugaan kasus planggaran kode etik yang melibatkan anggota KPU Sumatera Selatan yakni terdapat dua anggota yang diduga terlibat dalam kepengurusan partai politik. Selain itu, terjadi perpecahan dalam anggota KPU Sumsel.

"Kita telah melakukan klarifikasi kepada dua anggota KPU Sumsel yang diduga terlibat partai dan katanya nama mereka dicantumkan sebagai pengurus secara sepihak. Tetapi kemudian ada novum baru sehingga perlu dibentuk DK," katanya.

Anggota KPU Sumsel yang diduga terlibat dalam partai politik yakni Mismiwati dan Helmi Ibrahim.

Ia mengatakan setelah DK dibentuk, maka anggota DK akan melakukan klarifikasi dan investigasi terhadap kasus tersebut. Selanjutnya, DK akan memberikan rekomendasi kepada KPU.

"Sanksi tersebut mulai dari yang ringan hingga yang terberat seperti pemberhentian," katanya.

Sementara itu, ditanya mengenai kasus pelanggaran kode etik yang telah ditangani, Endang mengatakan KPU telah memberhentikan anggota KPU Gorontalo Olivia Mounti yang terbukti melanggar kode etik. Olivia, katanya, terbukti pernah menjadi calon anggota legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera pada 2004.

"Olivia Mounti sudah diberhentikan. Sebelum diberhentikan kita telah meminta klarifikasi dari Sekretariat KPU dan PKS," katanya.



Sumber:

www.antara.co.id

Pemilu dan Kampanye Online: Keberhasilan Peran Internet dalam Pemilihan Umum Malaysia 2008

sumber:http://forum-politisi.org


Pemilihan umum Malaysia ke-12 yang berlangsung pada bulan Maret 2008 lalu telah mengubah panorama politik negara itu. Hasil pemilihan ini sebagian besarnya disebabkan oleh bertemunya sejumlah persoalan dan kepribadian yang merupakan cirri-ciri politik Malaysia yang sering kali terjadi. Namun demikian, salah satu faktor yang menjadi penyebab penting yang muncul adalah peran internet sebagai alat untuk menyalurkan ungkapan keinginan masyarakat akan perubahan politik di negeri jiran tersebut.

Buku yang ditulis oleh Ibrahim Suffian yang akrab disapa Ben, Direktur Merdeka Center for Opinion Research Malaysia, ini secara umum menerangkan dampak internet terhadap perolehan suara partai oposisi ketika Pemilu Malaysia 2008 lalu. Di dalamnya disajikan berbagai informasi seputar jumlah pengguna internet di Malaysia, penetrasi internet, serta tampilan web para politisi Malaysia.

Secara umum dapat diakui bahwa kekuatan institusi-institusi demokrasi Malaysia telah menurun sejak beberapa tahun terakhir. Terdapat dominasi eksekutif yang kuat terhadap parlemen dan ada pembatasan-pembatasan yang signifikan terhadap kebebasan demokrasi berpendapat dan berekspresi.

Pada awal masa kampanye Pemilu 2008, kebanyakan pengamat politik yang memantau proses politik di Malaysia sepakat bahwa Barisan Nasional akan kembali memenangkan rangkaian pemilu seperti kemenangan-kemenangan mereka sejak kemerdekaan tahun 1957 silam dan memperoleh kemenangan telak. Namun demikian tahun ini negeri tersebut mendapatkan sebuah kejutan yang amat tidak terduga sebelumnya. Koalisi yang berkuasa memperoleh hasil suara yang terburuk selama beberapa dekade, dan kehilangan mayoritas 2/3nya di parlemen serta kontrolnya terhadap lima dewan negara karena hanya berhasil memenangkan 50,27% suara. Sebaliknya, partai oposisi, Partai Keadilan yang dipimpin oleh Anwar Ibrahim berhasil meraih 46,75% suara.

Dibalik semua itu, ternyata peran internet telah memberi kontribusi yang amat krusial dan signifikan terhadap perkembangan di Malaysia tersebut. Strategi yang digunakan oleh partai oposisi adalah situs-situs web, dan bahkan banyak pula pemilih perorangan yang berkontribusi untuk mengkampanyekan partai oposisi melalui blog-blog mereka masing-masing atau dengan cara memasukkan informasi politik ke dalam situs-situs bebas seperti facebook, dll. Upaya ini ternyata memberikan dukungan pada pimpinan oposisi Anwar Ibrahim yang memanfaatkan wadah internet untuk kampanye yang sangat bersifat perorangan, mengikuti gaya kampanye pada pemilu presiden.

Peran internet dan segala keajaiban yang menyertainya juga sempat dirasakan oleh Presiden terpilih Amerika Serikat, Barack Obama, ketika kampanye untuk pemilu presiden beberapa waktu lalu. Ketika itu, Obama yang bisa dikatakan seorang politisi yang belum memiliki pendukung yang banyak dan oleh karenanya banyak kalangan yang skeptis bahwa dirinya akan menang nantinya. Namun Obama tidak menghiraukan semua kepesimisan tersebut dan beliau terus maju dengan mendekatkan diri pada kalangan muda, yakni kalangan yang akrab dengan dunia maya. Melalui internet, blog, facebook, youtube, dan situs-situs sosial gratis lainnya inilah Obama bisa menggaet hati ribuan bahkan jutaan pendukungnya yang kemudian menjadi pemilihnya. Hal ini tentunya tidak terpikirkan sebelumnya oleh lawannya ketika itu, John McCain yang lebih banyak menggaet pendukungnya melalui jalur ‘tradisional’.

Setelah membaca kedua pengalaman politik dua politisi dari dua negara yang berbeda tersebut, bisakah politisi di Indonesia mengikuti jejak kedua politisi tersebut? Melalui Friedrich Naumann Stiftung Indonesia, banyak politisi muda Indonesia yang telah mengikuti pelatihan “Blogging for Democracy” yang diadakan oleh lembaga dari Jerman tersebut. Tidak ada salahnya jika para politisi yang juga sudah merupakan blogger tersebut menyampaikan pesan-pesan politiknya melalui blognya masing-masing. Dengan demikian, masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri bisa terus mengetahui kabar terbaru dari peta politik Indonesia langsung dari kaca mata seorang kandidat.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa partai-partai politik di Indonesia yang akan memperebutkan kursi di DPR RI akan tetap menggunakan cara-cara kampanye ‘tradisional’ dengan didukung oleh situs web partai masing-masing yang telah diperbaharui. Akan tetapi, untuk kampanye pemilihan presiden, ada baiknya para kandidat mempelajari pengalaman di Malaysia dan Amerika Serikat tersebut dan menggunakan pula alat-alat interaktif online. Banyak yang berargumen bahwa Indonesia belum sampai pada tahapan itu. Namun pengalaman membuktikan bahwa yang pertama memanfaatkannya secara efektif akan menuai keuntungan yang terbesar.